<body>
Freedom #2
Kamis, 09 Desember 2010

Benaya Sawada, 13

“Kau pembunuh!”

Tangannya menemukan gagang pisau di dalam salah satu laci. Digenggamnya dengan tangan gemetar pisau tersebut dan mengacungkannya ke arah Marquis.

“Jangan, Nak. Kau bukan anak yang mampu melukai orang lain,” Marquis berjongkok di depan Benaya. Pisau di tangannya direbut dengan mudah oleh Marquis. Benaya menelan ludah. “Tapi, aku terpaksa harus menghabisimu karena kau bisa jadi saksi yang memberatkanku. Tidak, tidak, aku tidak mau berurusan dengan polisi. Karena itu aku harus membunuhmu. Walaupun itu berarti aku akan kehilangan sumber uangku.”

“Father, kau sudah gila…” ujar Benaya tersengal ketika Marquis tiba-tiba memegang kepalanya dengan dua tangan dan mulai membentur-benturkannya ke permukaan meja dapur yang keras. Makin lama makin keras. Ia tak bisa melawan. Tubuhnya sudah terlalu lelah dan kesakitan. Tendangan yang kemudian diterimanya berkali-kali pun tak lagi terasa apa-apa. Ia merasa melayang. Seolah ada di sana tapi juga tak ada. Dua hal yang terakhir ia ingat dilihatnya sebelum semuanya gelap adalah ayunan pemukul bisbol Marquis dan wajah Yusuke Sawada.




Kemudian semuanya gelap. Rasa sakit dan ketakutan pun lenyap tertelan kegelapan.




Bocah berambut pirang platina itu terbaring di atas tempat tidur serba putih khas rumah sakit. Aroma obat-obatan menguar menjadi latar belakang utama di ruangan tersebut. Suara mesin-mesin terdengar mengiringi kesunyian ketika tiga orang dewasa yang mengelilingi tempat tidurnya terdiam. Tiga hari telah terlewati sejak Benaya dirawat di rumah sakit. Tepat setelah Marquis menghantamnya dengan pemukul bisbol yang sangat keras. Bocah itu sama sekali tidak tahu apa yang terjadi kemudian karena ia masuk dalam kondisi koma hingga hari ini.

Rambut pirangnya yang panjang dipangkas pendek untuk memudahkan perawatan. Luka di kepala Benaya cukup serius akibat benturan dan pukulan yang dilakukan ayah kandung terhadapnya. Perban nampak melilit membalut kepala dan juga dadanya. Tulang punggungnya patah akibat tendangan Marquis. Kemungkinan terburuk menurut dokter adalah hilangnya ingatan permanen dan kelumpuhan pada salah satu bagian tubuhnya. Tapi untuk saat ini semua belum jelas. Sampai Benaya tersadar dari komanya.


Sebentar lagi.


Benaya berlari dalam kegelapan. Mencari cahaya yang akan menuntunnya keluar. Ia tak paham darimana ia tahu bahwa ia harus mencari cahaya tapi bocah itu terus berlari. Mencari-cari tanpa kenal lelah. Langkahnya mulai terseok-seok dan nafasnya pun tersengal ketika setitik cahaya itu ia temukan.

Dan ia berjalan perlahan ke sana.



"...Ben?"


Cahaya itu menusuk menyilaukan, membuat dirinya spontan mengerjap-ngerjapkan mata. Tubuhnya terasa panas dan berat. Pandangannya pun buram. Ia seolah diombang-ambingkan oleh arus kasat mata. Ia merasa sangat-sangat mengantuk ketika akhirnya ia berhasil membiasakan diri dengan cahaya tersebut. Langit-langit putih yang pertama dilihatnya. Kemudian seorang wanita berwajah Asia di samping tempat tidurnya. Lalu seorang pria berkulit gelap menatapnya dengan tatapan terkejut dan seorang wanita yang lain lagi.


Mereka siapa?


Bocah itu memejamkan matanya lagi. Mengernyit ketika rasa sakit yang teramat hebat menderanya sesaat. Lalu kelopak matanya kembali terbuka—berat, tapi ia kebingungan. Ia ketakutan.


"Kalian..." ujarnya dengan suara yang sangat lemah, "...siapa?"

Label:



Profile
your zone for roleplaying


Janani ;DD
Blog ini dibuat untuk para RPers yang tidak sempat menyelesaikan plot RPnya di RPF mana pun. Blog ini dibuat untuk para RPers yang ingin nge-RP dengan setting dunia sebebas-bebasnya. Caranya? IM saya ke usaneko_uq (YM) dan beritahukan gmail Anda untuk saya invite menjadi penulis di blog ini. Atau kirimkan post RP Anda lewat email ke usaneko_uq@yahoo.com


Tagboard
scream out loud

Contents
roleplay title on going

Freedom ||. Friend. Friend. Friend. Friend. Friend. Friend. Friend. Friend. Friend.

Archives
gone with the wind

Desember 2010

Credits
take a bow

Designer
Inspiration